Judul :
AliSadikin, Membenahi Jakarta Menjadi Kota yang Manusiawi
Penulis :
Ramadhan KH
Penerbit :
Ufuk
Terbit : I, Juni 2012
Halaman :
xviii + 612 halaman
Harga :
Rp. 74.000
Membuat perbaikan
di Kota Jakarta bukan perkara gampang. Landasan teori planologi maupun teori
kemsyarakatan tidak sepenuhnya dapat menuntaskan persoalan yang telah lama
bercokol. Sebaliknya, keinginan yang kuat, idealisme, serta kerja keras
merupakan modal utama untuk melakukan perubahan.
Tampaknay para
calon gubernur Jakarta periode mendatang perlu menengok kembali sepak terjang
Ali Sadikin ketika ia mulai melakukan berbagai pembenahan di Jakarta pada awal
masa kepemimpinannya. Seperti diketahui, kala itu Jakarta menyimpan setumpuk
masalah.
Jalanan yang
tidak memadai, kurangnya jumlah sekolah, angka pengangguran yang tinggi,
minimnya fasilitas kesehatan, adalah sebagian kecil persoalan yang dihadapi
Jakarta ketika Ali Sadikin mulai menjabat gubernur Jakarta. Ditambah lagi
kondisi keuangan pemerintah kota yang sangat tidak mendukung untuk dilakukannya
perubahan dengan segera.
Semua itu telah
membuat Ali Sadikin berpikir keras untuk membalikkan keadaan. Baginya salah
satu hal yang harus dilakukan adalah memikirkan sumber pendapatan untuk
memperoleh dana pembangunan. Salah satu sektor yang digenjonya kala itu ialah
sektor pajak.
Dengan kata lain
ia merevitalisasi sektor pajak agar kebocoran dikurangi sambil mencari sumber
pajak lain yang dapat dimaksimalisasi. Salah satunyanya ialah pajak judi yang
biasa dilakukan oleh komunitas etnis tertentu. Namun ide ini kemudian
mengundang kontroversi.
Meski mengundang
kontroversi, terutama dari golongan agamis, Ali Sadikin tidak urung
melaksanakan niatnya. Pasalnya ia tahu bahwa kebijakan ini memiliki landasan
yuridis. Dengan kata lain, pungutan pajak ini pada dasarnya legal.
Selain itu, bagi
Ali Sadikin persoalan masyarakat tidak dapat dilihat hanya dari balik meja. Ia
harus turun langsung ke lapangan, berinteraksi dengan warga, dan mengalami
langsung kesulitan yang dihadapi oleh warganya.
Itu sebabnya ia
tidak segan untuk berdesak-desakan di dalam bis kota untuk merasakan betapa
tidak nyamannya sarana transportasi yang ada kala itu (Hal. 129).
Karenanya juga ia menjadi tahu bagaimana harus melakukan pembenahan moda
transportasi, mulai dari perlunya pemberhentian bis agar moda ini lebih tertib,
hingga perlunya penambahan dan pembenahan terminal. Bahkan ia juga mengambil langkah
berani meminjam dana dari Amerika untuk menambah armada bis.
Menariknya, Ali
Sadikin seakan ingin memangkas birokrasi. Ia enggan kebijakannya direalisasikan
dalam waktu yang lama. Itu sebabnya ia kerap melakukan instruksi langsung di tempat secara spontan. Bahkan hal itu sering
bernada perintah yang harus dilakukan segera. Ini dilakukan semata-mata agar
warga tidak lebih lama menderita.
Berbagai aspek
kehidupan warga kota begitu diperhatikan oleh Ali sadikin. Ia ingin warga merasa
lebih diperhatikan dan dimanusiakan. Ini berarti ia ingin warga Jakarta lebih
beradab. Kekerasan hatinya sajalah yang dapat mencapai itu semua. Bukan untuk
kepentingan sekelompok orang apalagi dirinya sendiri, melainkan untuk kepentingan
warga.
Buku ini dapat
menjadi teladan bagi para calon pemimpin Jakarta. Ali Sadikin boleh saja
disebut masa lalu. Namun ada pepatah mengatakan, siapa enggan melihat masa
lalu, ia buta melihat masa kini.***
0 comments:
Posting Komentar