Kamis, 01 November 2012

Sistem Ijon, Pola Lama dalam Perdagangan Pertanian yang Masih Berkembang

11/01/2012 06:41:00 AM

Pak Kartawiraji (60 th) duduk di gubug kecil di tengah ladang, ubi goreng dan teh "tubruk" kiriman istrinya tinggal sisa-sisa, sementara pandanganya menyapu lembah. Sore itu, di ladangnya berkumpul banyak orang. Beberapa orang terlihat sedang memetik buah Duku, sementara anak-anak kecil berkerumun di bawah pohon memandang ke atas, mengikuti gerak orang yang berada di atas ranting. Mereka tengah asyik menungu jatuhnya buah duku yang dipetik pemanen di atas, jika ada buah jatuh, mereka ramai berebut.

“Mau minta sedikit, buat cucu” ujarnya. Ladang tersebut milik Pak Kartawiraji, juga pohon Duku diatasnya, tapi mengapa dia harus meminta duku? Ternyata, lima pohon Duku miliknya sudah dibeli juragan sejak masih berupa bunga, atau diijonkan. Maka dia dan keluarganya tak bisa puas menikmati hasil kebun sendiri, karena hasil panen sudah bukan menjadi haknya, karena itulah dia harus meminta kepada juragan yang nebas (membeli) Duku miliknya. Walaupun sudah dibeli, Pak Kartawiraji masih harus bertanggungjawab menjaga keutuhan dan memelihara tanaman sampai masa panen.

Menurut Faried Wijaya (1991), ijon, merupakan bentuk perkreditan informal yang berkembang di pedesaan. Transaksi ijon tidak seragam dan bervariasi, tetapi secara umum ijon adalah bentuk kredit uang yang dibayar kembali dengan hasil panenan. Ini merupakan “penggadaian” tanaman yang masih hijau, artinya belum siap waktunya untuk dipetik, dipanen atau dituai. Tingkat bunga kredit jika diperhitungkan pada waktu pengembalian akan sangat tinggi, antara 10 sampai dengan 40 persen. Umumnya pemberi kredit merangkap pedagang hasil panen yang menjadi pengembalian hutang.

Praktek ijon yang dilakukan pedagang/tengkulak hasil pertanian sudah mengakar dan menjadi tradisi perdagangan hasil pertanian di pedesaan. Studi yang dilakukan BABAD untuk menganalisa rantai pemasaran produk pertanian di Pasar Sokawera, Kecamatan Somagede, Kabupaten Banyumas, menemukan bahwa praktek ijon pada komoditas buah dan rempah-rempah pertanian lahan kering melibatkan banyak aktor dalam mata rantai yang berperan sebagai distributor pinjaman sekaligus pengepul hasil pertanian dengan sistem multilevel. Tengkulak biasanya terbagi menjadi beberapa level yang mencerminkan tingkat kekuatan modalnya. Tengkulak kabupaten memiliki “bawahan” beberapa tengkulak kecamatan. Tengkulak kecamatan memiliki beberapa “bawahan” tengkulak desa, begitu seterusnya sampai level dusun. Modal yang dipinjamkan sampai dengan petani merupakan milik pemodal besar di tingkat kabupaten, sementara tengkulak kecamatan, desa dan dusun hanya mendistribusikan.

Siklus peredaran modal dimulai pada setiap awal musim produksi tiap komoditas, misalnya ketika pohon Petai mulai berbunga, maka saat itu pula modal pinjaman dari tengkulak besar digelontorkan. Jika dalam waktu berdekatan terdapat lebih dari satu jenis komoditas yang mulai berbunga, misalnya sedang musim Duku, musim Melinjo, dan musim Pala berbunga, maka volume modal pinjaman yang beredar juga berlipat ganda. Di Kecamatan Somagede saja terdapat setidaknya 5 tengkulak besar yang menyalurkan pinjaman dan menampung pembelian komoditas Gula Kelapa, Kelapa,Pala, Cengkih, Melinjo, Petai, Duku dan Jengkol.

"Nulung Menthung"; Menolong tapi Nyolong
Petani meminjam uang dan mengijonkan tanamannya untuk kebutuhan konsumtif dan jangka pendek. Budaya konsumerisme yang merebak sampai pelosok pedesaan juga menjadi faktor pendorong maraknya sistem ijon. Dalam beberapa kasus, petani meminjam karena ada kebutuhan mendesak, dan tengkulak yang meminjamkan uang anggap sebagai penolong. Di daerah pedesaan, hubungan petani dan tengkulak pengijon memang sangat pribadi dan patronase. Antara petani dan tengkulak merasa sebagai satu keluarga yang saling tolong menolong, dan saling menjaga kepercayaan. Hal ini yang jeli dimanfaatkan pemodal besar dari luar daerah sehingga eksploitasi yang dilakukan tersamar dengan hubungan kekeluargaan dan saling tolong menolong. Petani sendiri merasa dirugikan tetapi juga diuntungkan. Mereka merasa rugi karena seharusnya dia bisa mendapatkan hasil lebih jika tanamannya tidak diijonkan, namun mereka merasa untung juga dengan adanya pengijon, karena jika ada kebutuhan mendesak, mereka akan cepat mendapatkan uang.

Prosedur pinjaman dengan sistem ijon memang mudah, luwes dan informal, tidak terikat waktu dan tempat. Hal ini yang menjadi daya tarik petani untuk memperoleh pinjaman dengan cepat dan praktis. Di Desa Kemawi contohnya, meskipun telah dibentuk Badan Kredit Desa (BKD) atas kerjasama Pemerintah Desa dan BRI Unit Somagede, ternyata kurang dimanfaatkan, alasannya terlalu rumit dan prosedural, walaupun mereka mengetahui hitung-hitungan ekonomisnya akan lebih menguntungkan. Jadi maraknya ijon bukan sekedar derasnya modal yang ingin mengeksploitasi petani, namun juga karena persoalan budaya dan sesat pikir masyarakat.

Tengkulak sebagai kreditor dan pembeli hasil produk pertanian mendapatkan keuntungan berlipat. Keuntungan tersebut didapat dari bunga dari pinjaman yang diberikan, dan keuntungan dari selisih harga beli di petani dengan harga jual di pasar konsumen. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tengkulak leluasa membeli hasil panen petani dengan rendah karena posisi tawar yang sangat kuat di hadapan petani. Walaupun harga akan bergerak sesuai tarik ulur permintaan dan penawaran barang, selisih keuntungan akan lebih banyak dinikmati tengkulak atau pengepul. Sebaliknya, petani akan dirugikan karena terbebani hutang dengan bunga pinjaman tinggi, serta dirugikan untuk mendapat kesempatan memperoleh harga yang layak bagi hasil panennya.

Upaya yang dilakukan untuk membebaskan petani dari jeratan ijon bukannya tidak dilakukan oleh pemerintah. Di setiap desa telah dibentuk Badan Kredit Desa dan inisiasi untuk membentuk koperasi pertanian sudah sering dilakukan. Namun jerat dan jaring sistem ijon ternyata sulit dipupuskan. Untuk mengurangi penderitaan petani dari sistem ijon, harusnya petani sendiri yang bangkit kesadarannya dan mulai merupah perilakunya. Hidup berhemat, menabung, memanfatkan fasilitas kredit yang diberikan pemerintah atau lembaga keuangan mikro lain, dan membentuk wadah bersama petani lain untuk menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi produksi dan konsumsi. Sistem ijon merupakan permasalahan ekonomi pertanian yang sudah usang disebutkan di buku-buku pelajaran sejak sekolah dasar, dan ternyata hingga era kemajuan teknologi dan informasi, sistem ijon seakan menjadi bangunan tua, kokoh yang tak runtuh-runtuh.

Begitu lebarkah kesenjangan kesadaran dan pengetahuan masyarakat desa, begitu kuatkah mitos kekeluargaan dalam hubungan ekonomi antara petani dan tengkulak. Dahulu, petani mengijon karena memang tidak ada alternatif dalam pemasaran produk dan mendapat pinjaman. Namun setelah konteks sosiologis yang berubah, kondisi dan struktur ekonomi yang berubah, mengapa ijon masih menjadi pilihan padahal banyak alternatif tersedia bagi petani untuk tidak mengijon. Pembangunan infrastruktur pedesaan yang memudahkan distribusi barang dan jasa, akses informasi dan akses pasar yang cukup tersedia ternyata tidak merubah pilihan petani untuk mengijon. Apakah tengkulak dan pemodal lokal juga berhasil berbenah diri merubah pendekatan memasarkan ijon di era sekarang, atau jeratan hutang petani kepada tengkulak tak pernah putus sejak nenek moyangnya? Jawaban-jawaban pertanyaan tersebut yang belum selesai kami kami kaji sampai saat ini. []

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

1 comments:

  1. Salam pembuka!
    Nama saya Dewi Rumapea, saya dari kota SEMARANG, Indonesia. Saya ingin menggunakan media ini untuk menginformasikan semua dalam kelompok ini mencari pinjaman sangat berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. beberapa bulan yang lalu, aku finansial turun dan saya memutuskan untuk mencari pinjaman dari Man di Malaysia dan saya tertipu oleh orang di Malaysia. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal dan asli disebut Ibu Glory, pemberi pinjaman swasta yang meminjamkan jumlah pinjaman dari Rp500,000,000 tanpa stres pada tingkat bunga 2% yang merupakan terjangkau tingkat bunga untuk saya.

    setelah transfer kredit saya ke rekening bank saya, saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan telah mentransfer langsung ke rekening saya dengan Ibu Glory tanpa penundaan. Karena saya berjanji ibu bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan hubungi Ibu Glory melalui email:gloryloanfirm@gmail.com

    Saya menggunakan waktu ini untuk menginformasikan semua yang anda juga dapat menghubungi saya di email saya: dewiputeri9@gmail.com dan Nur Izzatul Azira Ismail, dari Malaysia yang memperkenalkan saya dan mengatakan kepada saya tentang Ibu Glory, Dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Glory, Anda dapat juga menghubungi dia melalui email:utariwirmayaty@gmail.com Sekarang, semua yang akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya yang saya kirim langsung ke rekening bulanan.

    Catatan: Tidak ada biaya pendaftaran, asuransi atau biaya pajak

    saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT untuk menggunakan Ibu Glory mengubah cerita keuangan saya dan sekarang saya seorang pemilik bangga bisnis saya sendiri, semoga Allah terus memberkati Ibu Glory dan terus menggunakan nya untuk membantu kita semua dalam kesulitan keuangan

    BalasHapus

 

© 2013 Kukuh Nur Faizal. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top